Kamis, 27 November 2014

Pelangi senja



Semilir angin yang menyapa lembut tubuhku
Bersatu bersama desau daun yang tak pernah membeku
Bersama sajak lirih yang tersurat
Mampu hilangkan seuntai pekat
Senja..
Aku rindu
Aku malu
Rindu mencinta kasih yang menyempurnakanku
Namun aku malu, karena kasih tak ku sadari dengan tegap
Hingga penat sempat tersirat
Senja..
Temani daku mengucap rindu
Mengucap kasih dan cinta
Agar aku dapat kenali setiap kehendak-Nya
Bersama mahabbah yang menyatu
Subhanallah..subhanallah..
Aku rindu.. aku rindu

Sekedar cerita senja,
Akhwat yang berjilbab putih; panggil saja ia Hasna. Ia menatap pemandangan indah di bukit pelangi senja itu, dengan desah napas yang diiringi tasbih, tahmid dan takbir. Di jok mobil bus yang ia tumpangi, dari kota menuju bukit pelangi. Sepulang menuntut ilmu di bumi lantani. Ia tersenyum simpul berkesan manis. Ekspresi wajah yang terus mengesankan bahagisa terus tersirat; ya, Ia akan segera sampai di kampung halamannya.
            Waktu berjalan begitu cepat, hingga pelangi terlukis temani senja. Ia berdiri di depan pintu gerbang sebuah rumah, membawa koper besar yang berisi baju-bajunya. Raut wajah bahagia bertambah haru tersirat lewat wajah bulatnya. Tanpa ia sadari pipinya mulai membasah ketika kedua orang tuanya hadir di depan pintu rumah yang telah menunggu kedatangannya. Bulir-bulir air mata yang membasahi pipi bersatu bersama rindu timbulkan kehangatan sebuah keluarga kecil yang dulu membimbingnya. Keluarga kecil yang membuatnya menjadi seperti sekarang.
“Assalamu’alaikum.. ayah, ibu.”
Suasana bahagia bersama haru mulai begitu terasa saat tubuh kedua orang yang berarti di dalam hidup, dengan kulit yang mulai keriput, kening yang mulai berkerut, dan tubuh yang mulai melemah, ia dekap dengan begitu erat.
“Wa’allaikumsallam.. anakku.. Allhamdulilah engkau kembali bersama kesuksesaan yang telah engkau raih nak, gapai kesuksesan dunia akhiratmu nak, ayah dan ibu bangga padamu.”
Air matanya semakin bertambah, semakin bersatu bersama rindu.
            “Semua ini ada karena engkau ada Ayah, Ibu. Karena engkau yang membimbingku, karena engkau yang terus memberi semangat untuk aku menjadi seperti yang sekarang. Dan aku lebih banggan karena memiliki Ayah dan Ibu seperti engkau pelangiku..”
Kedua orang tuanya yang mulai menua terus memeluk erat enggan beranjak.

“Ku baca surat pada secarik kertas..

Disaat daku tak lagi berlari menemani asamu
Disaat itu pula daku berusaha mengejar impianmu melalui do’a-do’a dalam setiap sujudku
Disaat daku tak lagi menggendong tubuhmu yang mulai tumbuh
Daku pinta tuk engkau menggendongku saat aku kesulitan berjalan
Disaat daku tak lagi mengingat hal-hal yang selalu kita lalui dulu
Ingatkan aku tentang itu
Agar rindu selalu terjaga bersama syahdu yang  kau ucap
Disaat daku menjawab semua tanyamu mengenai sesuatu
Tak pernah ku bosan menjawabnya
Ku harap, di saat daku bertanya tentang sesuatu
Jangan enggan, pun bosan untuk menjawabnya
Disaat daku tua, hanya kebahagiaan yang kau beri
Yang dapat membuat ku tetap tersenyum
Disaat daku tua dan melihat kesuksesan dalam hidupmu, nak
Daku bangga, karena engkau telah buktikan semangat juangmu tuk wujudkan mimpiku.”

“Masya Allah.. betapa malunya saat aku tak bersabar menjawab tanya yang ia ajukan, atau bahkan hal lain yang ia inginkan belum sempat ku wujudkan. Ayah, Ibu.. begitu mulianya engkau hingga tak pernah ada amarah dalam jiwamu untukku. Betapa sabarnya engkau saat membimbingku menjadi seperti ini. Aku bangga.. aku bangga pada kalian ayah, ibu..” ucapnya tersendat-sendat bersama tangis.

Ayah, Ibu..
Ketika rindu tak bisa bertemu
Karena jarak yang tak bersatu
Namun rindu tetap bertemu lewat do’a-do’a dalam sujudku..
Dan jarak bukan penghalang untuk kita tetap bersatu
Hanya saja aku sedang berusaha mewujudkan impianmu
Impian yang pernah kita rajut dulu, dan sekarang aku sedang menuainya ditemani pelangi senja
Ayah, Ibu..
Meski jari-jemari menari mengayun rindu
Pun derap kaki yang terus berirama..
Tetap saja, tenang adalah saat bersama engkau
Ya Rabbana, beri aku kemampuan tuk wujudkan mimpi
Disaat kedua orang tuaku mulai menua, beri aku kemampuan tuk bahagiakan mereka
Bersama mimpi-mimpi yang kuwujudkan.

Tersurat sebuah surat
bersama mimpi-mimpi sang pemimpi..
***
Cinta yang sejati itu milik Illahi
Cinta yang mulia itu dari orang tua..







Tidak ada komentar:

Posting Komentar